Friday, January 09, 2009

.: Henge-dh'o
[ Ciuman ala Orang Sabu ]

Jika ada yang bertanya "Pernahkah anda dicium atau mencium seseorang yang tidak memiliki hubungan yang dekat dengan anda seperti hubungan suami-istri atau kakak - adik atau orang tua dan anak ? " Mungkin hanya sebagian kecil saja menjawab " Pernah !". Dan diantara yang sebagian kecil itu , pastilah orang Sabu. Kok bisa begitu kesimpulannya ? Jawabannya karena Suku Sabu memiliki suatu tradisi unik sekaligus rada aneh ( jika dinilai oleh orang lain ) , yaitu : tradisi berciuman dengan saling menyentuhkan hidung sebagai ungkapan rasa rindu , sayang , hormat , empati kepada orang yang dianggap berhak mendapatkan itu.
Cium / berciuman atau dalam bahasa Sabunya disebut Henge-dh'o , bisa anda temui pada saat - saat tertentu dimana sang pemberi dan penerima ciuman berusaha mengktualisasikan ekspresi dari hatinya. Misalnya karena karena perasaan rindu karena sudah lama tidak bertemu atau ada tamu terhormat yang sedang berkunjung atau pada saat merayakan hari raya Natal atau pada saat menyampaikan ungkapan turut bersedih / belasungkawa atau memberikan ucapan selamat karena suatu kejadian yang mendatangkan kebahagiaan dan suka cita atau saat mengakhiri pertentangan /perselisihan , dsb.
Henge-dho' dilakukan dengan tidak mengenal umur , gender , profesi bahkan status sosial.Henge-dho' adalah nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang Orang Sabu yang mengandung makna yaitu betapa kita sebagai sesama manusia harus bisa saling memberi dan menerima tanpa rasa pamrih dan juga bisa mengaktualisasikan kasih sayang terhadap sesama tanpa pandang bulu.

.: Sirih Pinang Cemilan Unik Orang Sabu


Bagi kebanyaan suku di Indonesia , sirih dan pinang mungkin tidaklah asing karena sering digunakan sebagai " cemilan " , misalnya orang Papua,Jawa,Bali dsb.
Tetapi kalau anda bertemu dengan orang Sabu , khususnya orang - orang tua , maka hal pertama yang mungkin saja bisa anda lihat adalah kebiasaan mereka mengunyah sirih dan pinang. Ayah saya juga adalah seorang "Pecandu berat " Sirih pinang tersebut , bahkan setelah beliau menderita sakit stroke dan di saat-saat terakhir menjelang kematiannya , beliau masih saja berkutat dengan kebiasaan tersebut.
Apa sih yang membuat orang Sabu begitu akrab dengan panganan satu ini ? Sampai sekarangpun saya masih belum bisa mendapatkan jawabannya. Kalau cuma mereka-reka , mungkin jawabannya karena sudah dari sana-nya kali ( tradisi turun temurun ). Padahal , saya sempat menanyakan ke ayah saya, apakah di Pulau sabu pohon pinang dan sirih tumbuh sumbur dan bertebaran di mana-mana ? beliau mengatakan tidak. Mengherankan juga ... , sesuatu yang susah diperoleh tetapi bisa dikonsumsi setiap saat bahkan melebihi frekuensi rutinitas makan 3 kali sehari. Yang anehnya lagi , bagi sebagian "penikmat" sirih pinang , belum lengkap rasanya kalau makan sirih pinang tetapi tidak ditutup dengan sajian penutup , yaitu : mengunyah dan menghisap tembakau ( bukan dibakar seperti rokok ).

Kayaknya sudah seperti makan makanan 4 sehat lima sempurna deh...
Sepintas , bagi saya kebiasaan ngemil sirih pinang itu tidak ada manfaatnya , tetapi menurut ayah saya , kebiasaan itu bisa membangkikan gairah kerja , bisa memperkuat gigi dan menambah daya tahan tubuh dan sebagai sarana mempererat pertemanan , dsb. Pernyataan itu selintas menjadi pertanyaan bagi saya sampai sejauh ini. Bisa saja itu adalah suatu pernyataan yang didasari atas pengalaman hidup beliau.
Saya pernah mencoba beberapa kali mencicipi sirih pinang. Rasanya ... wah... luar bisa tidak enaknya saat pertama kali masuk ke dalam mulut.. tapi lama kelamaan setelah dikunyah berlama-lama .... enak juga .. walaupun agak sepat di lidah. Dan makanan penutupnya yakni tembakau .. puih... pedes plus pahit saat dikunyah dan dhisap airnya ... pingin cepat-cepat dikeluarin dari mulut.
Ada satu hal membuat saya kagum terkait dengan sirih pinang ini , yaitu : saking lengketnya orang sabu dan sirih pinang , sampai - sampai dimasukan ke dalam salah satu unsur dari barang bawaan pada saat prosesi "Masuk Minta " ( meminang gadis ).
Itulah sebagian ciri khas orang sabu yang unik namun kental dengan warisan budaya dan tradisi.

.: Kumpul keluarga.. Nilai kebersamaan yang patut dipertahankan


Hari ini , saat aku membuka blog ku , rada bingung juga mau nulis apa tentang Sabu . Tapi seketika terbersit di memori ku tentang budaya kebersamaan yang cukup kuat di kalangan Masyarakat Sabu takala menghadapi sebuah hajatan atau acara yang nota bene membutuhkan resources baik itu dari sisi pendanaan maupun tenaga dan pikiran. Ikatan kekerabatan yang kental membuat semua hal yang berkaitan dengan persiapan dan perencanaan bisa diselesaikan bersama hanya dalam tempo yang singkat dan tanpa prosedur yang berbelit - belit . Salah satu bentuk ikatan kekerabatan itu diwujudkan dalam bentuk pertemuan yang biasa disebut sebagai " Kumpul Keluarga ".

Menurut apa yang pernah saya alami sendiri yakni ketika ada suatu perhelatan / acara yang akan digelar oleh salah satu keluarga , maka sebelunya pihak keluarga harus mengundang semua keluarganya baik yang dekat menurut silsilah ataupun yang sudah agak jauh untuk membicarakan persiapan perhelatan tersebut. Umumnya hal ini dilakukan dengan tidak memandang strata sosial keluarga "Tuan Rumah" , apakah miskin / kaya , lebih tua / muda , sabu asli atau sudah campuran , dan sebagainya. Yang terpenting di sini semua bisa merasakan apa yang sedang dihadapi oleh keluarga dan pada akhirnya semua bisa memberikan kontribusi nyata kepada Tuan Rumah baik itu dari sisi Dana ( aksi pengumpulan uang ) atau juga pembagian tugas / kerja terkait kelancaran perhelatan.
Dan disaat hari - H nanti , tanpa menunggu komando / perintah semua tugas yang telah diserahkan kepada masing-masing pihak akan dilakukan dengan penuh tanggung jawab , karena mereka tidak ingin mempermalukan "Tuan Rumah " di depan tamu-tamu yang diundang.
Itula sekilas tentang budaya " Kumpul Keluarga " yang masih terjaga sampai sekarang. Semoga budaya ini ini tetap terjaga untuk mempererat kebersamaan dan kekeluargaan.