Sunday, December 28, 2008

.:Silent Night in Savu Language
.:Lagu Malam Kudus dalam Bahasa Sabu

Wahai segenap warga Sabu , baik yang ada di Sabu maupun yang saat ini sedang bermukim di perantauan , dengan bangga dan penuh sukacita marilah kita simak hasil kerja dan karya yang begitu indah dari Saudari Francesca Von Reinhaart alias Ina Tali ( Now, In Australia ) , yang telah berusaha menghadirkan lagu "SILENT NIGHT" atau "MALAM KUDUS" kedalam bahasa Sabu dengan judul " Me'da Milu ". Semoga lagu ini lebih memperkaya perbendaharaan lagu Sabu sehingga bisa juga kita nyanyikan pada saat merayakan Natal baik di tahun ini maupun di masa yang akan datang.
Terus terang saya senang sekali menemukan lagu ini ... Dan buat Ina Tali .. selamat atas peluncuran lagu ini.




Pembentukan Kabupaten Sabu Raijua patut diberikan apresiasi dan penghargaan

Gubernur Nusa Tenggara Timur Trans Lebu Raya diruang rapat DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam rapat acara pembukaan sidang III DPRD provinsi Nusa Tenggara Timur tahun anggaran 2008 mengatakan seiring dengan pergeseran paradigma dalam rangka penyelanggaraan pemerintahan daerah dari sentralistik ke dessentralistik dalam praktik kehidupan politik ketatanegaraan sudah berimplikasi semakin memadainya kewenangan untuk daerah-daerah otonom dalam mengatur dan mengurus urusan wajib maupun urusan pilihan bersamaan dengan itu semakin tingginya pula aspirasi politik rakyat untuk memekarkan daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom untuk meningkatkan kwalitas penyelenggara tugas-tugas pemerintahan menuju tercapainya suatu tatanan kehidupan masyarakat yang maju mandiri sejathera adil dan makmur

Menurut lebu raya untuk itu kegigihan perjuangan rakyat dan pemrintah kabupaten kupang dalam memekarkan kabupaten kupang sudah mendapat pengakuan dari pemerintah melalui sidang paripurna d-p-r r-i tanggal 29 oktober 2008 yang secara konstitusional sudah menyetujui pembentukan kabupaten sabu raijua karna itu patut diberikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi untuk seluruh pemangku kepentingan terutama untuk rakyat dan pemerintah kabupaten kupang yang secara gemilang sudah berhasil memperjuangkan terbentuknya kabupaten sabu raijua.

Leburaya memintah seluruh komponen masyarakat di kabupaten kupang teristimewa di sabu raijua supaya tidak berpuas diri dan menganggap diri sebagai pahlawan dalam pembentukkan kabupaten sabu raijua tapi hendaknya memaknai daerah otonom baru itu sebagai motivasi instrinsik setiap warga untuk memberikan kontribusi yang optimal dalam rangka meningkatkan efektivitas pemerintahan di daerah otonom baru dengan demikian akan tercapainya suatu tatanan kehidupan masyarakat yang mandiri sejathera lahir dan batin secara demokratis dalam ikatan negara kesatuan RI.

Copied from : http://radiosahabat.blogspot.com

Friday, December 19, 2008


She's My Little First .....
Blacky but Sweety ... I Love You Babe...
Be U'r Papa Sweety Darling ...... Now and Forever .......
Be U'r Mam Light Candle in the Dark ...
Be Our Exotic Melody in the Silent ......
Your's
Papa & Mama

Tuesday, December 16, 2008

Thank's God.. Sabu ada di Peta

Monday, December 15, 2008

Anak - anak Sabu , aset tak ternilai


Jika membaca judul di atas , sebenarnya tidak ada yang istimewa , karena pada dasarnya anak adalah aset yang memang tak ternilai. Tapi jika anda adalah orang Sabu dan kebetulan berada di perantauan , maka tidaklah salah jika anda akan mengamini judul tesebut sebagai sebuah pernyataan yang sungguh mengandung makna yang mendalam.
Bagaimana tidak ? Belajar dari pengalaman saya yang dilahirkan dan dibesarkan di Ende Flores, yang nota bene di sana jumlah masyrakat perantau asal Sabu cukup banyak , maka amatlah miris melihat begitu banyak anak - anak Sabu yang masih perlu diperhatikan khususnya dalam di dalam pengembangan dan pemenuhan kebutuhan mereka akan pendidikan yang layak.
Siapa sih yang tidak mengakui kalau orang Sabu memilki semangat dan keinginnan yang kuat untuk bekerja keras. Dimana - mana , khususnya di Ende , kita akan melihat segenap orang Sabu perantau berkutat dengan banyak sekali dunia kerja , mulai dari PRT ( Pembantu Rumah Tangga ) , Buruh , Tukang , Petani , Pedagang , Sopir , Nelayan , Pegawai bahkan Pengusaha , dsb. Akan tetapi jika kita meneropong masuk kedalam kehidupan mereka , maka akan bayak juga kita jumpai diantara keluarga - keluarga Sabu perantau tersebut , masih banyak ekploitasi terhadap sumber daya khususnya anak - anak. Anak - anak yang harusnya diberi kesempatan untuk sekolah dan mengenyam pendidikan yg semestinya banyak yang sudah tidak lagi bersekolah. Ada yang putus di tengah jalan , ada juga yang karena desakan ekonomi tidak mampu bertahan sehingga memilih untuk bekerja dari pada berada di bangku sekolah.
Alasan ekonomi adalah faktor utama penyebab banyak anak putus sekolah. Tetapi dengan banyaknya sekolah-sekolah yang memberikan biaya pendidikan gratis , maka sebenarnya alasan ekonomi sudah tidak bisa dijadikan alasan utama lagi , tinggal keinginan dan kemauan orang tua membimbing dan mengarahkan anak-anaknya agar mau bersekolah. Baik penjelasan tentang manfaat pendidikan bagi dirinya sendiri , maupun bagi orang tua dan juga bagi orang lain di sekitarnya. Juga yang sangat diharapkan adalah peran dari Tokoh - tokoh ( Baca : Orang yang dituakan ) , agar mau memberi motivasi dan arahan pada setiap kesempatan kepada segenap warga Sabu agar mau memperhatikan pendidikan anak-anak mereka.
Pada kesempatan ini , saya menghimbau kepada kita semua warga Sabu , baik yg di Sabu maupun yang ada di tanah perantauan , marilah kita memperhatikan anak-anak kita dan menjaga mereka sebagai mutiara-mutiara yang pada saatnya nanti akan memancarkan kilau-nya dan memberikan kebanggaan kepada kita semua sebagai Orang Sabu ( Do Hawu ).
Mungkin tulisan ini biasa-biasa saja, tapi inilah fakta dan perlu mendapat perhatian kita semua.

Wednesday, December 10, 2008

Orang Sabu Makan Cacing Laut dan Gula Lontar


Sabu adalah kisah sebuah pulau terpencil yang begitu penuh dengan cerita menarik tentang pohon lontar atau Borassus sundaicus Beccari. Dalam filosofi Sabu, pohon lontar merupakan bagian penting dalam kehidupan mereka, makanan, tempat tinggal, peralatan hidup sehari-hari bahkan sesudah matipun orang Sabu dikuburkan dan dikenang dengan hasil-hasil dari pohon lontar.


Makanan pokok orang sawu adalah sirup lontar yakni gula hasil sadapan mayang pohon lontar. Makanan lain yang merupakan suatu hidangan bagi penduduk sabu adalah sejenis cacing laut Leodice Viridis yang sering disebut Nyale. Cacing-cacing ini muncul dalam jumlah besar di pantai selatan. Orang Sabu mengkonsumsinya dengan cara diasami dengan cuka lontar kemudian dimakan sedikit-sedikit sebagai perangsang selera, barang kali dengan arak, nyale adalah makanan yang lezat(*)

Monday, December 08, 2008

Royalty of Savu & Rai Jua



These are among the earliest photos taken of Savunese, dating from ca. 1880:

Du Ae (Kings), Beni Ae (Queens) and Fettor (Governors)
of Savu and Rai Jua

Rai Jua Principality

At the end of the 19th century, Rai Jua was home to 25 tribes; including Oedjoe D'ima, Kolo Hab'a, Lede Talo, Koro (Koroh), to name a few. The Dutch called the island Randjoea and also Bendjoar. At that time it had 1.300 inhabitants, among which many were Christians.

1) Lomi Tulu (died 1794).
2) Raja Tulu (brother 1794 - ?) There is also mention of a J'ara Lay in this same year (1794), so perhaps the two brothers were actually Fettors/vice-rulers.
3) B'aku Ruha was the first King recognized by the Dutch.
4) (Ama Mehe) Tarie..... (Messe Tari) (1830-1868).
5) (Ama Loni) Kudji.....(1868-death 7/4/1915).
6) (Ama Med'a) Lay..... (son; 1915-19 the first Christian King, taking after baptism the extra name of Paulus, born 1865; until 16/6/1918 last independent King).
7) Pia Lay (died 1954).
8) Jeremias Huru (Heremia Huru; installed 1956; when rule of Savu-area became more together, he became also gov. fettor; 2nd one; born ca. 1901; died 18/4/1990; his son is Ama Kudji, if he is King now is not known).
9) Herminus Radja Kudji (first Gov/Fettor; probably not of royal lineage.
10) Bu Weler was a principality ruler; but probably not of royal lineage; f.i. in 1986; because Rai Jua was not easy to reach, was made seperate sub-district) (cq) traditional ruler. "Bu" is used to address an adult (male) as in "Your Excelency".
11) In 1905-1907, Radja...(Ama Dj'aga) was Fettor, or vice-Regal of Rai Jua. His contract with the Dutch was recognized 3/6/1885. Supposedly that the Fettors of Savu also had to sign a contract, so that their status could be confirmed by the Dutch.
12) Lay Nj'eb'e (Nyeb'e) (mentioned in 1767)

Heb'a (Seba) Principality

1) Kore Rohi was the 1st King recognized by Portugese.
2) J'ami Kore.
3) Hab'a J'ami.
4) Lay Hab'a.
5) Bire Lay.
6) Riwu Bire.
7) Lomi Riwu.
8) Ina Tenga (her Savunese Loving Name), (Beni Ae/Queen) died in 1684. Her first Savunese name is not known. Succeded by her nephew, a son of her brother Lay Lomi.
9) J'ara Lomi (a succesor before 1694, brother of Lay Lomi and Ina Tenga).
10) Wadu Lay (mentioned between 1710 and 1731, son of Lay Lomi, nephew of Dj'ara Lomi and Ina Tenga).
11) J'ara Wadu (son of Wadu Lay, mentioned: 1746 or '47-1761 or '67).
12) Lomi J'ara (known also as Ama Doko: his Savunese loving name. He is known from the Visit of Captain Cook in 1770 and died in November 1778. He is a son of J'ara Wadu (Dj'ara Wadu).
13) Doko Lomi (eldest son of Lomi Dj'ara 1790-1794). Some information mentioned that Doko Lomi succeded his father about ten years earlier which was from 1778.

A certain Meha Mano (Mesa Mano) was made fettor of Heb'a (Seba) after his deceased father in the year 1790. Meha is subtitute for Mesak or Mesach.

14) Riwu Doko (son;until 18..)??
15) Bire Doko (brother; until 1830)??
15) Dj'ara..... (Ama Loni)(different lineage; 1830-1859).
16) Talo Dj'ara (Ama D'ima)(son; 1859-1863).
17) (Ama Nia) Dj'awa..... (son of 16; 1863-186 .
18) Kaho Dj'awa (Ama Doko) (son; first Christian King; also named Sjarle Kaho Dj'awa; 1868-1881; died).
19) Lazarus Rohi Dj'awa (Rosi Dj'awa) (1881 - his death 12/2/1890; brother).
20) Alexander Rihi Dj'awa (1890 - his death 1901; brother).
21) Elias Ludji Radja Pono (1901 - his death 2/11/1906; brother).

The brother of 20 until 23 was King (Ama Ludji) Dimu..... of Melolo/Sumba, who ruled there f.i. in 1890.

24) Samuel Thomas Dj'awa (Logo Rihi); son of 22; 1906 ruled until his death 28/9/1935; born 16/4/1885; from 1914-1918 he was made by Dutch the chief of a sort federation of the 5 principalities of the Savu Islands.
25) Paulus Charles Dj'awa (Rohi Rihi; brother; 1935 - his death in 1963).
26) David D. Bire Ludji (of different lineage; 1963-19../died 1992).
He was also the last ruler of the Seba pricipality.

Pawe Rake was f.i. between 1905-1907 Fettor of Heb'a (Seba). His contract as such was recognized by the Dutch on 3/6/1885.

Dimu (Timu) Principality

1) Talo ....(1672).
2) Ama Rohi ....(Ama Rosi) (1676).
3) Ludji ....(1696).
4) Rohi Rano (Rosi Rano) (by 1710 until March 1731).

This Rohi Rano (Rosi Rano) ruled until March 1731 when two of his temukungs, Ama Rati ..... and Leba..... ?, rebelled, since he wished to hand over his throne to his daughter's son Hili (Sili). Ama Rati thought he had the right to become Du Ae (King). The rebels were supported by Heb'a (Seba) and Liae but Hili (Sili) slipped away to Kupang on 11 March 1731. The Dutch intervened and succeeded to bring about a successful solution. Rohi Rano (Rosi Rano) declared that he was unable to rule any more, being quite old. Therefore his daughter's son Hili (Sili) (born 1705) succeeded. Hili Hab'a ( Sili Sab'a) then governed from 1731 until his death in 1798, being succeeded by his son Elias J'ara Hili (Elias Dj'ara Sili) (1798-after 1805). In other words, he ruled an astonishing 67 years - must be something of a record in documented Indonesian history! During his reign he was known as the upper regent (hoofd-regent) of Savu. His son, Elias J'ara Hili (Elias Dj'ara Sili) who was alive 1798-1806.

5) Hili Hab'a (Sili Sab'a) (1731 until his death in 1798).
6) Elias J'ara (Dj'ara) Hili (Sili) (1798-after 1805).
6) Rewa D'aga (in 1832).
7) (Ama Hili) Hab'a.....(Sili Sab'a) ruled before 1851-18 ??.
8) Ama Lai (Lay) D'aga..... (1858-186 ??).
9) Eduard Dj'ara Ludji.
10) (Ama Piga) Dj'ara..... (1868 until his death in 1911).

Royal dynasty then extinct in direct line. Then the Fettor-lineage began to rule.

11) Saul Wé Tanja (Tanya) Ludji (Fettor of Dimu (Timu) from 1908/Fettor, ruler of Dimu (Timu) from 1911; Fettor of the Sawu-"federation" from 1918. Born ca.1890. Died:???)
12) Tanja Ludji was temporary-Fettor (1905 died 1908)
13) Radja Tanja (chief dynasty; son).
14) Ludji Wé Tanya; nephew (was known to be the last nominated fettor, but never once ruled). Died early 1990s. By the 1980s the fettors could no longer play their role and fettors' decendants could no longer be nominated to rule as fettors and are thus now commoners.

Menia (of Heb'a/Seba) Principality

1) Tero Weo was the first King recognized by the Dutch).
2) (Ama Gaja) Bengu Tagi (father of Gaja Bengu and Rehi Bengu, ruled 1760 until at least 1790).
3) Gaja Bengu (ruled until 1794, died the very year).
3) Rehi Bengu (in 1794 -...). A certain (Ama Piga) Tagi..... was named as King in 1832.
4) Tagi Rehi (Ama Gaja ); son. 1842 until 1868.
5) (Ama Lena) Rihi.....(Risi) (1868-1873. Deposed because of his excessively temparental character. In 1874 officially merged with Heb'a (Seba). The end of Menia as a principality.)

Kore Rohi of Menia (fettor?) who was succeeded by his son Dimu Kore.

Mehara (Mesara) Principality

1) Wele J'ami (Wele is a Savu variation of Willem or William and Welhemus or Wilhemus. First by the Dutch recognized King of Mehara (Mesara). For instance before 1717-1721)
2) Kore Wele (f.i. in 1752; son).
3) Dimu Kore (Ama Loni), son; before 1756-1760).
4) Rugi Dimu King from 1760; son. Not sure if he is the same as King B'uki Dimu (see 6).
5) J'aga Riwu (Fettor from 1760 & King from before 1767 until 1781).
6) B'uki Dimu (1781 (probably the sameone as mentioned in no.3) - after 1794).
7) Uli B'uki (B'oeki) (known also as Ama B'ehi (Besi); son. Probably the same as Ama Behi, who was mentioned as King in 1832. (Ruled before 1832- 186-).
9) Dju Uli (Ama Leb'e); son. 1868-1893).
10) Doko Dju (known also as (Ama Tenga) alias Dominggoes B'oeki. 1893 ruled until his death on 25/6/1914. After his death Mehara/Mesara merged with the Sawu Federation under the King of Heb'a (Seba), but retained its own rulers with a Fettor title. The crownprince, Jakob Willem B'oeki didn't want to succeed him; son of 9.).
11) B'ole Kore (nephew) A local source becomes a certain B'ore Kole alias Benjamin B'oeki as Fettor of Mehara (Mesara) in 1940. (not certain where his place is is in the dinasty lineage).
12) Wela B'oeki (nephew).
13) Wele D'ima (2nd cousin. Was an assistant of sub-district chief) of West Savu 1968-after 197- .

The Kings (with title Fettors since 1914) becomes Fettors only after a time. The first Fettor of all Sawu becomes Fettor of Mehara (Mesara).

Liae Principality

1) Kale L'odo was the 1st King recognized by The Netherlands.
2) Riwu Manu (2nd idem).
3) J'ami Riwu Manu (son 3, ruled f.i. in 1721).
4) Mone Bengu (1726-?).
5) Mone Bengu (f.i. in 174?).
6) Kore Rohi (f.i. between 1752-1756).
7) Kore Lone (King or Fettor; ruled f.i. between 1758-1760).
8) Manu Kore (before 1767 until at least 1794).

King Manu Kore of Liae ruled between 1767-1794. He was named as a minor ruler; in 1758 (as a minor, his ruling period were unknown).

9) (Ama Moye) Keloa..... (f.i. in 1832).
10) (Ama Iye) Yote.....(before 1852-1859).
11) (Ama B'aki) B'ela..... (1859-1868).

King (Ama B'aki) B'ela.... died of smallpox. In the following year, there was a smallpox epidimic, which decimated the population of the Savu Islands.

12) Hendrik Ratu Manu (Ama Amoe) Manoe..... before baptism in ca. 1874. Last King of Savu-island to become Christian. 1868-1918 as independent ruler. Date of death is unknown. When his son died, King dynasty extinct in direct line. Then Fettor-age began to rule).
13)........Riwu Ratu (19..-19..; son of 11).

Riwu Ratu was still ruling in 1936, but under the title of Fettor, because all the principalities were united by the Dutch between 1914 -1918 under Paramount-rule of King of Heb'a (Seba). Each former principality kept his own ruler. In 1905 the Fettor (vice-King) was Fettor Radja Hab'a, whose contract with the Dutch was recognized in 1894.

14) Rohi Radja Hab'a (son of the former Fettor of Liae, when Liae was still officially seperated principality, became later ruler of Liae. In 1940 he was already Fettor. Not certain if his son is now the present ruler of Liae.


Raijua.com

NB: Savunese names and words which contain the letter "S" are substituted with the letter "H" in Savunese. e.g: "Sawoe" is spelt and pronounced "Hawoe".

Copyright © 2006 Ina Tali/Francesca Von Reinhaart© Raijua.com

NB : Sebelumnya saya atas nama pribadi menyampaikan permintaan maaf yang sangat mendalam , karena sudah meng-copy tulisan & gambar ini dari : http://www.raijua.com ( tanpa sepengetahuan penulis-nya) -- JOE

Wednesday, July 19, 2006

UPACARA-UPACARA ADAT

Dalam hubungannya dengan pertanian banyak upacara-upacara yang dilakukan, misalnya: Upacara pertanian di pulau Sawu yang dilaksanakan da;am bulan Kelia Wadu yakni Juli-Agustus membawa persembahan memanggil mayang dan air nira. Bulan Agustus - September dilakukan upacara permohonan agar pohon lontar mempunyai banyak mayang dan nira. Begitu seterusnya penyadapan air nira dan dimasak menjadi gula, selalu disertai upacara-upacara. Begitu pula akan memulai menanami ladang sampai panen diadakan upacara-upacara seperti upacara Dabu, upacara Bange Liu dan upacara Holle. Upacara yang berhubungan dengan pertanian yang terkenal di pulau Rote adalah upacara Uus, yang disertai dengan pesta tanda sukaria. Di Timor upacara pertanian dilakaukan sejak mencari tempat pertanian atau ladang sampai panen, yakni upacara menebang pohon, membakar kayu, sifonafo atau memadamkan abu, menutiup parit, memetik jagung pertama dan upacara padi.


Selain upacara-upacara yang berhubungan dengan pertanian masyarakat Nusa Tenggara Timur juga mengadakan upacara-upacara yang berkaitan dengan lingjaran hidup manusia. Misaklnya upacara kelahiran, upacara mahapi ma maheli yakni iniasi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa bagi anak laki-laki. Dalam upacara perkawinan terdapat berbagai variasi di beberapa daerah, namun pada umumnya proses perkawinan yang wajar selalu disertai dengan pembayaran mas kawin atau belis dari pihak laki-laki kepada calon mempelai wanita. Adapun macam-macam mas kawin utama adalah gading, di Sumba selain gading juga logam mulia dalam bentuk kalung, sisir, anting dan hewan. Untuk pulau Sawu mas kawin utama adalah Sirih Pinang.


Pada suku bangsa timor, upacara kematian memegang peranan penting, sebagai persembahan dan peringatan kepada si mati. Di pulau Sabu terdapat beberapa upacara kematian yakni upacara kematian Dewan Mone Ama, upacara kematian orang mati kecelakaan ini diadakan pesta serta tarian Lido puru Rai serta makan-makan sejumlah hewan yang dipotong.


Pada upacara kematian Dewan Mone Ama, upacaranya tidak sama dengan orang biasa. Ujung jari tangan, kaki dan tidak dipotong dan dikuburkan tersendiri oleh penggantinya tanpa diketahui seseorang. Lobang kubur berbentuk bulat, mayat dikubur dalam posisi jongkok dan di atas kepalanya ditutup gong. Mayat orang yang mati karena kecelakaan, dikuburkan di luar rumah dan bentuk kuburannya persegi panjang. Upacaranya disebut Rue di mana pada upacara ini dipotong 7 ekor hewan antara lain babi, kambing, ayam, anjing dan sebagainya, sedangkan pada upacara kematian yang biasa, mayat dibungkus dengan selimut adat dan dikuburkan dalam posisi jongkok dengan dibekali bahan makanan, sirih dan pinang. Di atas kuburannya dipotong hewan kecil misalnya seekor kutu babi, sebagai tambahan bekal si mati. Tenunan Nusa Tenggara Timur yang menghasilakn sarung selendang dan lain-lain merupakan hasil kerajinan rakyat yang tinggi mutunya. Motif dan coraknya beraneka warna sesuai denga daerah di mana asal tenunan tersebut dibuat. Kain-kain tenunan selain untuk keperluan adat maupun pribadi, merupakan hasil mata pencaharian tambahan sehingga tenunan Nusa Tenggara Timur ini terkenal sampai ke luar negeri. Motif-motif kain tenunan dari sumba umumnya bermotif kerbau, kuda dan batu kubur, dari pulau proti bermotifkan padi dan garis-garis geometri, sedangkan Sawu motif tenunannya adalah pohon kelapa, dan lain sebagainya. Warna yang dipakai adalah coklat kemerahan atau biru dan proses pembuatannya dengan teknik ikat tertentu dalam pencelupan atau dengan mengatur benang-benang yang berlainan warna dalam menenunnya.

SAVU ISLAND



On this island, off the south coast of Timor, the great explorer Captain Cook rested longer than intended, since he was greeted with smiles and refreshing drinks of fermented lontar juice.
This isolated island supports a population of (30,000). Thanks to the tree of life, the lontar palm. From the lontar blossom, a sweet liquid, tuak is tapped. The highly nutritious tuak can be drunk in its raw form, fermented into an alcoholic beverage or made into sugar, either way it serves as a food supplement, as rice is saved for feasts and special occasion. The lontar trunk provides wood for boats and traditional houses. Its fan-like leaves are used as roofing on the traditional house. The house, divided into male and female, parts, a one family dwelling and forms part of a single clan village protected by a stone wall. Even the dead are wrapped in the lontar leaves. These leaves are also plaited into baskets, in which offering to the ancestors are placed at ceremonies. And thought of as gifts received to the descendant of the Sun to ensure a prosperous harvest.
Whether you want to experience Savu's rich culture sip the refreshing lontar juice, wim in the clear water, surf the waves or just enjoy the hospitality of the Suvenese, it's only a short trip from Kupang by plane or boat.

Friday, July 14, 2006

Like Father like Mother

Kira-kira , aku mirip mama atau papa ya.. ?

Sunday, June 25, 2006

BUDAYA SABU

KEADAAN UMUM

Pulau Sabu atau Rai Hawu adalah bagian Kabupaten Kupang. Merupakan pulau terpencil dengan luas 460,78 km persegi berpenduduk sekitar 30.000 jiwa dengan sifat mobilitas tinggi. Karena itu penyebarannya keseluruh Nusa Tenggara Timur cukup menyolok. Dari Kabupaten Kupang Pulau tersebut dapat dijangkau dengan kapal laut selama 12 jam berlayar atau 45 menit dengan pesawat

PELAPISAN SOSIAL

Legenda menuturkan, nenek moyang orang Sabu datang dari seberang yang disebut Bou dakka ti dara dahi, agati kolo rai ahhu rai panr hu ude kolo robo. Artinya, orang yang datang dari laut, dari tempat jauh sekali, lalu bermukim dipulau Sabu. Orang pertama adalah Kika Ga dan kakanya Hawu Ga. Keturunan Kika Ga inilah yang disebut orang Sabu (Do Hawu) yang ada sekarang. Nama Rai Hawu atau pulau Sabu berasal dari nama Hawu Ga, salah satu leluhur mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat suku Sabu hidup dalam kekerabatan keluarga batih (Ayah, ibu dan anak) disebut Hewue dara ammu.

Beberapa batih yag bersekutu dalam suatu upacara adat adalah keluarga luas, huwue kaba gatti, dengan memiliki rumah adat sendiri berketurunan satu nenk atau Heidau Appu. Klen kecil disebut Hewue Kerogo, merupakan gabungan beberapa Udu Dara Ammu. Keturunan dua atau tiga nenek bersaudara, beserta cucu dan keturunannya dipimpin Kattu Kerogo. Klen besar disebit Hewue Udu dipimpin oleh banggu Udu.Secara struktural dalam strata masyarakat dikenal kedudukan tertinggi Hewue Dara Ammu dengan pimpinannya Kattu Udu Dara Ammu yang memimpin upacara, mengatur norma kehidupan, menjaga kesatuan dan persatuan keluarga. Ia pemimpin yang pandai dan bijaksana berperan penting dalam kehidupan masyarakat.


Kemudian ada hewue Kerogo dipimpin Kattu Kerogo yang mengatur kehidupan Kerogo. Mereka berhak menyatakan pendapat dan hak pakai atas tanah milik Kerogo. Kemudian Hewue Adu dipimpin Banggu Adu mengatur hak pakai tanah untuk Ana Udu karena mempunyai hak ulayat. Setiap penggarapan tanah oleh anggota Udu harus diketahui Banggu Udu. Mereka (Udu) juga tidak dikenakan Ihi Rai, sejenis Upeti yakni sebagian hasil panen diberikan kepada Banggu Udu sebagai tanda mengakui menggarap tanah milik orang lain.

Anggota-anggota Udu harus taat kepada Banggu Udu terutama dalam hal bergotong royong. Banggu Udu akan segera turun tangan jika ada yang tidak ikut serta atau melawan tanpa alasan.

MATA PENCAHARIAN

Kehidupan mereka terutama tergantung dari lahan pertanian kering, beternak, menangkap ikan, melakukan kerajinan dan berdagang serta membuat gula Sabu dari Nira lontar. Semuanya tidak dikerjakan secara terpisah. Seorang petanji mengerjakan juga pekerjaan lainnya, karena mereka memiliki kalender kerja yang bertumupu pada adat. Semuanya dikerjakan secara tradisional seperti menangkap ikan dengan lukah, bubuh, jala, pukat dan pancing.

Kerajinan yang menonjol adalah tenun ikat dengan warna dasar cerah, dan menganyam daunp pandan. Semua pekerjaan ini hampir tidak bernilai komersial karena masih untuk kebutuhan sendiri, seperti halnya membuat gula Sabu sejenis gula Rote, yang menjadi makanan utama. Namun perkembangan jaman menyebabkan mereka juga menanam tanaman perdagangan seperti bawang merah dan kacang tanah untuk dipasarka. Kacang tanah berkulit yang digoreng bersama pasir, merupakan kekhasan mereka sebagai makanan kecil diwaktu senggang.

Cara bertanam masih sangat tradisonal dengan melepaskan ternak tanpa kandang. Jumlah ternak justru menunjukkan status sosial seseorang. Hewan/ternak piaraan lebih berfungsi sosial ketimbang bernilai ekonomi terutama kuda, kerbau dan domba/kambing. Ternak ini sering menjadi pemenuhan kebutuhan upacara adat seperti kalahiran, perkawinan dan kematian, termasuk untuk upacara sakral, magis religius.

SISTEM KEPERCAYAAN

Masyarakat Sabu menganut agama asli jingitiu sebelum agama kristen. Kini 80 % mastyarakat Sabu beragama kristen protestan. Walaupun begitu, pola pikir mereka masih didukung jingitu. Norma kepercayaan mereka masih tetap berlaku dengan kelender adat yang menentukan saat menanam dan upacara lainnya.

Norma kepercayaan asli masih menerapkan ketentuan hidup adat atau uku, yang konon dipercayai mengatur seluruh kehidupan manusia dan berasal dari leluhur mereka. Semua yang ada dibmi ini Rai Wawa (tanah bawah) berasal dari Deo Ama atau Deo moro dee penyi (dewa mengumpulkan membentuk mancipta). Deo Ama sangat dihormati sekaligus ditakuti, penuh misteri. Menurut kepercayaan itu dibawah Deo Ama terdapat berbagai roh yang mengatur kegiatan musim seperti kemarau oleh Pulodo Wadu, musim hujan oleh Deo Rai.

Pembersihan setelah ada pelanggaran harus dilakukan melalui Ruwe, sementara Deo Heleo merupakan dewa pengawas supervisi. Upacara adat yang dilakukan harus oleh deo Pahami, orang yang dilantik dan diurapi. Upacara dilakukan dengan sajian pemotongan hewan besar. Kegiatan setiap upacara berpusat pada pokok kehidupan yakni pertanian, peternakan dan penggarapan laut. Karena itu selalu ada dewa atau tokoh gaib untuk semua kegiatan, termasuk menyadap nira. Kegiatan pada musim hujan berfungsi pada tokoh dewa wanita “Putri Agung”, Banni Ae, disamping dewa pemberi kesuburan dan kehijauan Deo manguru. Karena sangat bergantung pada iklim maka mereka memiliki tiga makluk gaib yakni liru balla (langit), rai balla (bumi) dan dahi balla (laut). Masyarakat Sabu juga emiliki pembawa hujan yaitu angin barat : wa lole, selatan : lou lole dari Timur: dimu lole. Begitu banyak dewa atau tokoh gaib sampai hal yang sekecil-kecilnya seperti petir dan awan. Begitu juga pada usaha penyadapan nira, ada dewa mayang, dewa penjaga wadah penampung (haik) malah sampai haba hawu dan jiwa hode yang menjaga kayu bakar agar cukup untuk memasak gula Sabu.

Kampung masyarakat Sabu memiliki Uli rae, penjaga kampung, kemudi kampung bagian dalam gerbang Timur (maki rae) disebelahnya, serta aji rae dan tiba rae, (penangkiskampung) sama-sama melindungi kampung.

Oleh karena itu setiap rumah dibangun harus dengan upacara untuk memberi semangat atau hamanga dengan ungkapan wie we worara webahi (jadikanlah seperti tembaga besi. Dalam setiap rumah diusahakan tempat upacara yang dilakukan sesuai musim dan kebutuhan, karena semua warga rumah yang sudah meninggal menjadi deo ama deo apu (dewa bapak dewa leluhur) diundang makan sesajen. Demikian juga terhadap ternak, selalu ada dewa penjaga, disebut deo pada untuk kambing serta dewa mone bala untuk gembalanya. Tetapi selalu ada saja lawannya. Karena itu, ada dewa perussak yang kebetulan tinggal dilat yakni wango dan merupakan asal dari segala macam penyakit. Hama tanaman, angin ribut dan segala bencana.

Karena itu, kepadanya harus dibuat upacara khusus untuk mengembalikannya ke laut supaya masyarakat terhindar dari berbagai bencana walaupun ada kepercayaan bahwa sebagai musibah itu merupakan kesalahanmanusia sendiri yang lalai membuat upacara adat. Umpamanya jika tidak membuat upacara untuk sang banni ae, maka sang putri ini akan memeras payudaranya yang menimpa manusia menimbulkan penyakit cacar.

BAHASA PERGAULAN

Pulau Sabu secara pemerintahan termasuk Kabupaten Kupang, namun dalam pembagian wilayah pesebarannya, bahasa sabu termasuk kelompok bahasa Bima – Sumba. Bahasa Sabu mencakup dialek Raijua (di pulau Raijua). Dialek Mesara, Timu dan seba.

SENI DALAM MASYARAKAT SABU

Kesenian yang paling menonjol adalah seni tari dan tenun ikat. Seni tari antara lain padoa dan ledo hau. Padoa ditarikan pria dan wanita sambil bergandengan tangan, berderet melingkar, menggerakkan kaki searah jarum jam, dihentakkan sesuai irama tertentu menurut nyanyian meno pejo, diiringi pedue yang diikat pada pergelangan kaki para penari. Pedue ialah anyaman daun lontar berbentuk ketupat yang diisi kacang hijau secukupnya sehingga menimbulkan suara sesuai irama kaki yang dihentak-hentakkan. Ledo Hau dilakukan berpasangan pria dan wanita diiringi gong dan tambur serta giring-giring pada kaki pria. Hentakan kaki, lenggang dan pandangan merupakan gerakan utama. Gerakan lain dalam tarian ini ialah gerakan para pria yang saling memotong dengan klewang yang menjadi perlengkapan tari para pria.

Tenun ikat mereka yang terkenal adalah si hawu (sarung sabu) dan higi huri (selimut). Mereka melakukan semua proses seperti umumnya di Nusa Tengggara Timur. Benang direntangkan pada langa (kayu perentang khusus) supaya mudah mengikatnya sesuai motif, setelah dilumuri lilin. Pencelupan dilakukan dengan empat warna dasar yakni biru pekat dan hitam, diperoleh ramuannya dari nila, merah dari mengkudu dan kuning dari kunyit.

Motif yang dikenal antara lain flora dan fauna serta motif geometris. Setelah itu benang tersebut direntangkan kembali pada langamane (alat tenun) untuk memulai proses tenun.

Kajian calon Kabupaten Sabu hampir rampung

Kupang, PK

Pengkajian tentang calon Kabupaten Sabu oleh tim pengkaji yang dibentuk Panitia Pembentukan Calon Kabupaten Sabu hampir rampung dan sudah mencapai 95 persen. Tim pengkaji ini diketuai Drs. Marthen H Kalle, M.Si (Kepala Statistik Kabupaten Kupang, Red) bersama sejumlah staf dosen Undana.

Hal ini dijelaskan Ketua Panitia Pembentukan Calon Kabupaten Sabu, Drs. Matheos Lay, M.Si, kepada Pos Kupang, Senin (15/5), melalui telepon tentang perkembangan perjuangan Pulau Sabu menjadi kabupaten otonom. Dijelaskan, tim sudah melakukan penelitian selama kurang lebih dua bulan dipandu Drs. Marthen Kalle. "Kita berharap hasil kajian tim ini bisa segera dirampungkan dan kita akan serahkan kepada Pak Bupati Medah serta Pansus DPRD Kabupaten Kupang," tegas Lay.

Menyinggung tentang aspirasi yang berkembang, Lay yang juga mantan Kepala Bappeda Kabupaten Kupang ini menjelaskan, aspirasi akar rumput yang mendukung pembentukan calon kabupaten ini terus masuk dan terus diakomodir. Sementara penyerahan aspirasi ke Gubernur NTT, Piet A Tallo, S.H sudah dilakukan sejak bulan lalu.

"Hasil pengkajian ini akan diserahkan kepada pak bupati dan Pansus DPRD Kabupaten Kupang untuk ditelaah. Nanti Pemkab Kupang dalam hal ini bupati dan Dewan setempat yang akan menyerahkan dokumen hasil kajian kepada pemerintah pusat. Juga akan ada tim peneliti independen yang akan mengkaji lebih lanjut tentang pembentukan calon kabupaten ini," jelasnya.

Menyinggung ada sebagian komponen orang Sabu di Kupang yang masih menolak rencana pembentukan Kabupaten Sabu, Lay yang juga mantan Kepala BKPMD Kabupaten Kupang ini mengatakan, yang kontra adalah orang Sabu yang ada di Kupang, dan bukan orang Sabu yang ada di Pulau Sabu. "Kita akomodir aspirasi akar rumput di Pulau Sabu. Soal pro kontra merupakan hal biasa karena tidak semua harus seratus persen mendukung atau sejalan. Namun harus ada yang mesti berbeda, baru dinamakan dinamika dan ada unsur demokrasi," tegasnya.

Menyinggung tentang realisasi perjuangan ini, Lay mengatakan secepatnya akan jauh lebih baik. "Kita harapkan tahun 2007 atau paling lambat tahun 2008 sudah bisa terbentuk calon kabupaten ini. Namun jika lebih cepat akan lebih baik," katanya. (fen)

My Daughter --- Lucu ...


Hi ...
Nama Ku Lola,
Umur ku sat ini 3,5 Tahun.
Aku Orang sabu juga... cuman aku campuran Sabu - Sangihe.
Aku bangga jadi juga keturunan orang Sabu , karena katanya sih .. orang Sabu itu kebanyakan hidungnya tinggi.
apa lagi ya... oya... kata Papa .. karena aku berdarah campuran.. makanya rambutku agak sedikit bergelombang .. tdk lurus kayak kebanyakan orang Sabu...
suatu saat kelak kalau Aku besar aku pingin menginjakkan kaki-ku di Sabu...
Semoga...

Saturday, June 24, 2006

Aku Orang Sabu



Sabu ... hmmm.. itulah asal Ku,
Pulau di tengah Laut Sawu.. dengan kondisi yg Aku sendiri aku ngga tahu.. karena aku belum pernah menginjakkan kaki ku di sana ...
Tapi aku bangga lho jadi orang sabu.. karena orang sabu itu unik dan rendah hati banget
Aku skrg berada di Manado.. blog ini adalah eksperimen pertama ku jd masih butuh sentuhan selanjutnya .. mudah2an bisa terwujud ..

Salam

JOE ( Ama Teru Ludji )
Savunesse from Manado